Jumat, Desember 02, 2011
KROMATOGRAFI GAS (GC)
KROMATOGRAFI GAS
A. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar xilena dalam sampel pertamax menggunakan instrumentasi kromatografi gas (GC).
B. Tinjauan Pustaka
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen ke dalam 2 fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Fasa diam akan menahan komponen campuran sedangkan fasa gerak akan melarutkan komponen campuran. Perbedaan distribusi ini disebabkan oleh adanya perbedaan interaksi antara komponen-komponen dalam suatu campuran dengan fasa diam dan fasa geraknya. Interaksi ini adalah adsorbsi, partisi, penukar ion dan gel permiasi. Komponen yang interaksi dengan fasa diamnya lebih kuat dibanding dengan fasa geraknya maka komponen itu akan tertahan lebih lama di dalam fasa diam, begitupun sebaliknya.
Prinsip kromatografi gas hampir sama dengan prinsip kromatografi kolom. Terdapat tiga aspek yang membedakan antara keduanya, yaitu :
1. Pada kromatografi kolom, fasa geraknya adalah cairan dan fasa diamnya dapat berupa zat cair atapun zat padat, sedangkan pada kromatografi gas fasa geraknya adalah gas dan fasa diamnya adalah adsorben padat.
2. Kelarutan komponen di fasa gerak hanya merupakan fungsi dari tekanan uapnya saja.
3. Temperatur sistem dapat dikontrol.
Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut : gas bertekanan tinggi dialirkan ke dalam kolom yang berisi fasa diam, kemudian cuplikan diinjeksikan ke dalam aliran gas dan ikut terbawa oleh gas ke dalam kolom. Di dalam kolom akan terjadi proses pemisahan cuplikan menjadi komponen-komponen penyusunnya. Komponen-komponen tersebut satu per satu akan keluar kolom dan mencapai detektor yang diletakkan di ujung akhir kolom. Hasil pendeteksian direkam oleh rekorder dan dikenal sebagai kromatogram. Jumlah peak pada kromatogram menyatakan jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan dan kuantitas suatu komponen ditentukan berdasarkan luas peaknya. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut (www.chromatography-online.org) :Gambar 1.1 Diagram kromatografi gas
Komponen-Komponen Kromatografi Gas
1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya. Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.
Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium, hidrogen dan nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (High Eficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium dapat dialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerja hidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurang secara drastis.komponen-komponen penyusunnya. Komponen-komponen tersebut satu per satu akan keluar kolom dan mencapai detektor yang diletakkan di ujung akhir kolom. Hasil pendeteksian direkam oleh rekorder dan dikenal sebagai kromatogram. Jumlah peak pada kromatogram menyatakan jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan dan kuantitas suatu komponen ditentukan berdasarkan luas peaknya. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut (www.chromatography-online.org) :
Gambar 1.1 Diagram kromatografi gas
Komponen-Komponen Kromatografi Gas
1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya. Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.
Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium, hidrogen dan nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (High Eficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium dapat dialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerja hidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurang secara drastis.Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasa gerak maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepat membantu mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut, sehingga efisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen. Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yang lebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabil dengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya, helium banyak digunakan sebagai penggantinya.
Kotoran yang terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasa diam. Oleh karena itu, gas yang digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan merusak kolom. Biasanya terdapat saringan (molecular saeive) untuk menghilangkan kotoran yang berupa air dan hidrokarbon dalam gas pembawa . Pemilihan gas pembawa biasanya disesuaikan dengan jenis detektor.
1. Sistem Injeksi Sampel
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harus mudah menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300° C). Injektor berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhu injektor biasanya 50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yang diinjeksikan sekitar 5 µL. Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampel menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal disebut septum yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar.(www.chem-is-try.org)
Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan menggunakan alat suntik gas (gas-tight syringe) atau kran gas (gas-sampling valve).
Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan injeksi splitless (splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volumecuplikan yang masuk ke kolom. Cuplikan yang masuk biasanya hanya 0,1 % hingga 10 % dari 0,1-2 µL, sementara sisanya dibuang.
Gambar 1.2 Sistem injeksi split
Sedangkan injeksi splitless lebih cocok digunakan untuk analisa renik.
1. Kolom
Kolom pada umumnya terbuat dari baja tahan karat atau terkadang dapat terbuat dari gelas. Kolom kaca digunakan bila untuk memisahkan cuplikan yang mengandung komponen yang dapat terurai jika kontak dengan logam. Diameter kolom yang digunakan biasanya 3 mm – 6 mm dengan panjang antara 2-3 m. kolom dibentuk melingkar agar dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam oven ( thermostat ).
Kolom adalah tempat berlangsungnya proses pemisahan komponen yang terkandung dalam cuplikan. Di dalam kolom terdapat fasa diam yang dapat berupa cairan, wax, atau padatan dengan titik didih rendah. Fasa diam ini harus sukar menguap, memiliki tekanan uap rendah, titik didihnya tinggi (minimal 100º C di atas suhu operasi kolom) dan stabil secara kimia. Fasa diam ini melekat pada adsorben. Adsorben yang digunakan harus memiliki ukuran yang seragam dan cukup kuat agar tidak hancur saat dimasukkan ke dalam kolom. Adsorben biasanya terbuat dari celite yang berasal dari bahan diatomae.
Cairan yang digunakan sebagai fasa diam di antaranya adalah hidrokarbon bertitik didih tinggi, silicone oils, waxes, ester polimer, eter dan amida. (The Techniques)
Pemilihan fasa diam juga harus disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Untuk sampel yang bersifat polar sebaiknya digunakan fasa diam yang polar. Begitupun untuk sampel yang nonpolar, digunakan fasa diam yang nonpolar agar pemisahan dapat berlangsung lebih sempurnaAda dua tipe kolom yang biasa digunakan dalam kromatografi gas, yaitu kolom pak (packed column) dan kolom terbuka (open tubular column).
· Kolom pak (packed column)
Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas Pyrex. Gelas Pyrex digunakan jika cuplikan yang akan dipisahkan bersifat labil secara termal. Diameter kolom pak berkisar antara 3 – 6 mm dengan panjang 1 – 5 m. kolom diisi dengan zat padat halus sebagai zat pendukung dan fasa diam berupa zat cair kental yang melekat pada zat pendukung. Kolom pak dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak sehingga disukai untuk tujuan preparatif.
Kolom yang terbuat dari stainless steel biasa dicuci dengan HCl terlarut, kemudian ditambah dengan air diikuti dengan methanol, aseton, metilen diklorida dan n-heksana. Proses pencucian ini untuk menghilangkan karat dan noda yang berasal dari agen pelumas yang digunakan saat membuat kolom.
Kolom pak diisi dengan 5% polyethylene glycol adipate dengan efisiensi kolom sebesar 40,000 theoretical plates.
Gambar 1.3 Kolom pak
(elchem.kaist.ac.kr)
· Kolom terbuka (open tubular column)
Kolom terbuka terbuat dari stainless steel atau quartz. Berdiameter antara 0,1 – 0,7 mm dengan panjang berkisar antara 15 - 100 m. semakin panjang kolom maka akan efisiensinya semakin besar dan perbedaan waktu retensi antara komponen satu dengan komponen lain semakin besar dan akan meningkatkan selektivitas. Penggunaan kolom terbuka memberikan resolusi yang lebih tinggi daripada kolom pak. Tidak seperti pada kolom pak, pada kolom terbuka fasa geraknya tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom sehingga waktu analisis menggunakan kolom ini lebih singkat daripada jika menggunakan kolom pak.
Jenis-jenis kolom terbuka :
ü Wall Coated Open Tubular Column (WCOT)
Fasa diamnya berupa cairan kental dilapiskan secara merata pada dinding dalam kolom.
ü Support Coated Open Tubular Column (SCOT)
Partikel zat pendukung (silica atau aluminium) ditempelkan pada dinding dalam kolom. Adsorben ini dilapisi oleh cairan kental sebagai fasa diam untuk meningkatkan luas permukaan yang nantinya akan memungkinkan untuk menampung volum cuplikan yang lebih banyak. Jenis ini cocok untuk memisahkan zat dengan konsentrasi yang sangat kecil. Kolom ini menghasilkan resolusi yang tinggi.
ü Porous Layer Open Tubular Column (PLOT)
Partikel zat padat yang ditempelkan pada dinding kolom bertindak sebagai fasa diam.
Gambar 1.4 Jenis-jenis kolom terbuka
1. Termostat
Termostat (oven) adalah tempat penyimpanan kolom. Suhu kolom harus dikontrol. Temperatur kolom bervariasi antara 50ºC - 250ºC. Suhu injektor lebih rendah dari suhu kolom dan suhu kolom lebih rendah daripada suhu detektor. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih cuplikan dan derajat pemisahan yang diinginkan.
Operasi GC dapat dilakukan secara isotermal dan terprogram. Analisis yang dilakukan secara isotermal digunakan untuk memisahkan cuplikan yang komponen-komponen penyusunnya memiliki perbedaan titik didih yang dekat, sedangkan sistem terprogram digunakan untuk memisahkan cuplikan yang perbedaan titik didihnya jauh.
2. Detektor
Detektor berfungsi untuk mendeteksi komponen-komponen yang telah terpisahkan yang mengalir bersama fasa gerak keluar kolom. Detektor dipilih berdasarkan tingkat konsentrasi yang diukur dan sifat dasar komponen-komponen yang akan dipisahkan.
Macam-macam detektor :
· Detektor Konduktifitas Termal ( Katherometer)
Detektor ini paling banyak digunakan untuk analisis mikrogram. Detektor ini menggunakan serabut logam yang dipanaskan untuk mendeteksi perubahan konduktivitas termal dari aliran gas pembawa. Dua pasang serabut tersusun dalam rangkaian jembatan Wheatstone. Kedua serabut dalam ruas yang berseberangan dan jembatan itu dilalui oleh gas pembawa murni, sementara kedua serabut lain dilalui oleh efluen yang berasal dari kolom kromatografi. Bila hanya gas pembawa yang melewati dua serabut tersebut, maka jembatan akan seimbang. Namun bila ada komponen cuplikan dalam gas pembawa maka jembatan akan tidak seimbang lagi. Jarak ketidakseimbangan ini adalah ukuran dari konsentrasi komponen yang telah terpisahkan.
Gambar 1.5 Detektor konduktifitas termal
· Detektor Pengionan Nyala (Foto Ionize Detektor)
Prinsip detektor ini adalah efluen yang keluar dari kolom dicampur dengan hidrogen dan dibakar di udara dan menghasilkan radikal CH yang selanjutnya menghasilkan ion CHO+ dalam nyala hidrogen udara. (kimia pemisahan)
CHO + O → CHO+ + e-
CHO+ ini bergerak ke katoda di atas nyala. Arus yang mengalir di antara katoda dan anoda diukur oleh detektor dan diterjemahkan sebagai sinyal oleh rekorder. Detektor ini jauh lebih peka dibanding detektor konduktivitas termal apalagi jika digunakan nitrogen sebagai gas pembawa.
Gambar 1.6 Detektor pengionan nyala
(hiq.linde-gas.com)
· Detektor Penangkapan Elektron (Electron Capture Detector)
Detektor ini memanfaatkan fenomena rekombinasi yang didasarkan pada penangkapan elektron oleh senyawa yang berafinitas terhadap elektron bebas. Jadi, detektor ini mengukur berkurangnya arus listrik. Gas pembawa yang dapat digunakan adalah nitrogen kering atau 5% metana dalam argon. Dapat juga menambahkan nitrogen bila H2 atau He digunakan sebagai carrier gas.
Detektor ini peka terhadap senyawa yang mengandung halogen, karbonil terkonjugasi, nitro, nitril dan organologam. Akan tetapi, detektor ini tidak peka terhadap hidrokarbon, alkohol dan keton.
Gambar 1.7 Detektor Penangkapan elektron
· Detektor Fotometri Nyala
Detektor ini merupakan fotometer emisi optik yang berfungsi untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mengandung fosfor atau belerang seperti pestisida dalam polutan udara. Solut yang telah terpisahkan dari campurannya memasuki nyala hidrogen di udara. Fosfor dan belerang tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi lalu melepaskan energi dalam bentuk cahaya. Cahaya ini dapat diisolasi dengan filter dan dideteksi dengan tabung fotomultifier.
· Detektor Nyala Alkali
Detektor nyala alkali merupakan modifikasi dari FID yang selektif terhadap fosfor dan nitrogen. Detektor ini digunakan dalam analisis obat-obatan. Gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen, hidrogen dan helium untuk cuplikan yang mengandung fosfor. Nitrogen tidak dapat digunakan untuk menganalisis cuplikan yang mengandung nitrogen.
Ion yang dihasilkan ketika unsur yang berkontak dengan gelas yang mengandung Rb2SO4 pada ujung pembakar membentuk arus yang dapat diukur.
Gambar 1.8 Detektor nyala alkali
· Detektor Spektroskopi Massa
Spektrometer massa disambungkan dengan keluaran GC. Ketika gas solut memasuki spektrometer massa maka molekul senyawa organik ditembaki dengan elektron berenergi tinggi. Molekul tersebut pecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dan terdeteksi berdasarkan massanya yang digambarkan sebagai spektra massa.
6. Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pencetak hasil percobaan pada lembaran kertas berupa kumpulan puncak, yang selanjutnya disebut sebagai kromatogram.
Seperti telah diberitahukan di awal, jumlah puncak dalam kromatogram menyatakan jumlah komponen penyusun campuran. Sedangkan luas puncak menyatakan kuantitas komponennya.
Waktu retensi (Tr) adalah waktu yang digunakan oleh komponen untuk bergerak sepanjang kolom menuju detektor. Waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada titik didih senyawa, kelarutan dalam fasa cair dan temperatur kolom. Oleh karena itu, waktu retensi satu komponen berbeda dengan komponen lainnya (spesifik).
Faktor yang mempengaruhi pemisahan adalah temperatur kolom, laju alir gas pembawa, pemilihan fasa diam dan panjang kolom.
Kromatografi gas selain berfungsi dalam pemisahan, juga berfungsi dalam analisa baik kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kualitatif dapat dilakukan dengan menambahkan komponen murni yang sama dengan komponen yang diduga terkandung dalam cuplikan yang dianalisa. Sedangkan analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode berikut.
1. Metode Kalibrasi
Metode ini dilakukan dengan membuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan mengukurnya dengan kromatografi gas. Dari pengukuran tersebut dihasilkan kromatogram untuk setiap larutan standar. Dari kromatogram-kromatogram tersebut kemudian dibuat kurva linear antara konsentrasi larutan dengan tinggi puncak/luas puncak. Sumber kesalahan pada metode ini adalah volum cuplikan dan laju injeksi.
2. Metode Standar Dalam
Metode ini berfungsi untuk menghilangkan pengaruh yang timbul dari variasi seperti laju pengemban, temperatur kolom dan detektor. Persyaratan untuk standar yang efektif adalah :
1. harus menghasilkan peak yang terpisah semuanya, tetapi harus terelusi dengan komponen-komponen yang akan diukur.
2. tinggi atau luas peak harus kira-kira sama dengan tinggi atau luas peak dari komponen yang akan diukur.
3. secara kimiawi harus serupa dengan contoh, tetapi tidak terdapat dalam contoh aslinya.
Prosedur :
1. penambahan standar dalam yang kuantitatifnya konstan ke volum tetap dari beberapa campuran sintetik yang mengandung komponen yang akan ditetapkan dengan kuantitas yang diketahui yang diubah-ubah.
2. campuran tersebut dianalisis dengan GC dan dibuat kurva kalibrasi dari persen komponen dalam sampel versus angka banding luas peak komponen/luas peak standar.
3. Metode Normalisasi Area
Area setiap peak yang muncul dihitung dan dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. Konsentrasi analit ditentukan dengan membandingkan area suatu peak terhadap total area semua komponen. (duniakimia.com)
A. Alat dan Bahan Praktikum
· Alat
1. Perangkat GC 1 set
2. Labu ukur 5 mL 6 buah
3. Ball pipet 1 buah
4. Pipet tetes 3 buah
5. Gelas kimia 100 mL 1 buah
6. Pipet seukuran 1 mL 1 buah
7. Pipet seukuran 5 mL 1 buah
· Bahan
1. Xilena p.a
2. Toluene p.a
3. Heksana p.a
4. Sampel pertamax
B. Prosedur Kerja Praktikum
1. Pembuatan deret larutan standar
Larutan standar yang dibuat adalah larutan yang mengandung xilena dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi 5%, caranya adalah sebagai berikut :
1. larutan xilena p.a dipipet sebanyak 0,25 ml dengan menggunakan pipet volumetric.
2. larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 5 ml.
3. ke dalam larutan ditambah toluena p.a sebanyak 0,15 ml dan diencerkan dengan heksana p.a kemudian ditanda batasi.
4. larutan dihomogenkan.
Untuk larutan standar yang lain dapat dibuat dengan mengulangi langkah 1-4, hanya saja volum xilena yang dipipet berbeda-beda. Untuk larutan standar konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% volum xilena yang dipipet berturut-turut sebanyak 0,5 ml ; 0,75 ml ; 1,0 ml ; 1,25 ml; 1,50 ml.
2. Penyiapan sampel pertamax dengan standar internal
Untuk analisa kualitatif akan keberadaan xilena dalam sampel digunakan metode adisi standar internal. Caranya adalah dengan menambahkan 25 % xilena sebanyak 1 ml ke dalam 3 ml sampel pertamax murni.
3. Penyiapan instrument GC
1. pastikan kabel penghubung listrik tersambung dengan benar.
2. alirkan gas nitrogen, diikuti dengan mengalirkan gas hidrogen.
3. hidupkan kompresor.
4. hidupkan instrument GC dengan menekan tombol “ON” pada sakelar listrik.
5. hidupkan komputer sebagai alat pemograman instrumentasi GC.
6. tombol heat pada posisi “ON”.
7. pilih N2 sebagai gas pembawa dengan laju alir 1 ml/menit.
8. atur suhu injektor (150ºC), suhu kolom (70 ºC dan deprogram dengan kenaikan 10 ºC permenit sampai 150 ºC) dan suhu detektor (200 ºC).
9. pilih FID sebagai detektor.
10. jalankan pompa, biarkan alat stabil selama waktu tertentu (sekitar 1 jam).
4. Pengukuran dengan instrumen GC
Untuk analisa kuantitatif kandungan xilena dalam sampel dapat menggunakan metode kalibrasi, caranya dengan melakukan pengukuran terhadap deret larutan standar seperti berikut :
1. syringe yang akan digunakan dibilas dengan metanol sebanyak 5 kali, kemudian dibilas lagi dengan larutan standar yang akan diukur sebanyak 3 kali.
2. ambil sebanyak 0,5-1,0 µL larutan standar 5% dengan syringe dan injeksikan pada GC.
3. kemudian syringe dibilas lagi dengan larutan standar 10% sebanyak 3 kali.
4. ambil sebanyak 0,5-1,0 µL larutan standar 10% dengan syringe dan injeksikan pada GC.
5. ulangi untuk larutan standar yang lain, dengan catatan pengukuran dimulai dari larutan dengan konsentrasi terendah dan sebelum digunakan untuk menginjeksikan larutan, syringe harus dibilas dengan larutan yang akan diuji tersebut sebanyak 3 kali, setelah itu dapat diinjeksikan ke instrumen GC.
Sedangkan untuk analisa kualitatif dengan metode adisi standar internal, pertamax murni, pertamax yang telah ditambah standar internal (xilena) dan sampel diukur dengan instrumen GC. Caranya adalah sebagai berikut:
1. syringe yang akan digunakan dibilas dengan metanol sebanyak 5 kali, kemudian dibilas lagi dengan pertamax murni sebanyak 3 kali.
2. ambil sebanyak 0,5-1,0 µL pertamax murni dengan syringe dan injeksikan pada GC.
3. kemudian dibilas lagi dengan pertamax yang telah ditambah xilena sebanyak 3 kali.
4. ambil sebanyak 0,5-1,0 µL pertamax yang telah ditambah xilena dengan syringe dan injeksikan pada GC.
Label:
KIMIA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar