Three Cute Cherries


Jumat, Maret 08, 2013

IKATAN KIMIA (Sistem dengan lebih dari satu electron pada orbital d memiliki medan Kristal kuat dan lemah)


A.    Sistem dengan lebih dari satu electron pada orbital d memiliki medan Kristal kuat dan lemah
Pada umumnya, D(selisih energi total diantara tingkat yang lebih tinggi dengan tingkatan yang lebih rendah)  sangat besar maka medan kristal kuat, elektron cenderung berpasangan pada tingkat yang lebih rendah walaupun ada energi tolakan, membentuk konfigurasi spin-rendah. Jika medan Kristal sangat lemah maka D kecil, menyebabkan electron d mempertahankan konfigurasi spin maksimumnya, keadaa ini disebut spin-tinggi, dan karena itu mengorbankan energi pemampatan medan kristal (EMPK).
Persebaran medan kuat dan lemah untuk semua konfigurasi dn diperlihatkan gambar 1 dibawah ini:

Gambar 1
 
img119.jpg
Perhatikan bahwa untuk medan kuat, elektron selalu berpasangan dalam tingkat yang lebih rendah dulu, mengisinya sebelum memasuki tingkat yang lebih tinggi. Untuk medan lemah, setiap orbital yang energinya tinggi maupun rendah, menerima satu elektron sebelum melalui berpasangan. Konfigurasi medan-lemah selalu memiliki skema pasangan seperti ion bebas.
Sebagai contoh sebuah ion dengan dua elektron d dalam tapak simetri octahedral. Sekarang kita ketahui apa yang akan terjadi pada elektron d pertama. Elektron kedua akan bergabung saja dengan yang pertama dalam tingkat energy yang rendah seperti ditunjukkan pada gambar 1, yaitu mengisi orbital terpisah sesuai dengan aturan Hund. System ini akan memperoleh EMPK total 2(2/5 Δ), atau 4/5 Δ. Karena konfigurasi spin sama dengan pada ion terkucil, maka tidak akan ada efek energi yang nyata karena perubahan dalam antraksi elektron d. Elektron d ketiga akan berkelakuan sama dan meningkatkan energy pemampatan medan Kristal sebanyak 2/5 Δ lagi.
Tetapi, elektron d keempat menghadapi pilihan yang sulit: elektron ini dapat turun ke tingkat energy yang lebih rendah dan berpasangan dengan satu elektron (tolakan) yang sudah ada disana, atau mungkin ke tingkat energy yang lebih tinggi yang kurang mantap dan tetap tidak berpasangan. Jika elektron turun ke bawah, kemantapan sistem meningkat sebanyak 2/5 Δ dikurangi energy antraksi atau kerja W yang harus diberikan jika elektron berpasangan. Jika elektron pergi ketingkat yang lebih tinggi, maka konfigurasi spin ion terkucil yang sangat mantap akan dipertahankan (tidak ada yang hilang akibat antraksi) nisbi terhadap kerja untuk berpasangan.
B.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Medan Kristal
Kekuatan medan kristal atau harga 10 Dq dipengaruhi oleh banyak faktor. Empat faktor dintaranya adalah muatan ion pusat, jumlah ligan dan geometri kompleks, jenis ligan dan jenis ion pusat.
a.      Muatan Ion Pusat
Bertambah muatan ion pusat akan menyebabkan ligan-ligan tertarik lebih dekat ke ion pusat sehingga interaksi antara ligan-ligan dengan orbital-orbital d ion pusat bertambah kuat akibatnya pemisahan orbital d makin besar dan medan kristal yang timbul makin kuat. Secara teoritik penambahan muatan ion pusat dari 2+ ke 3+ akan meningkatkan harga 10 Dq sekitar 50 %. Sebagai contoh adalah [Fe(H2O)6]2+ memiliki 10 Dq sebesar 10000 cm–1 sedangkan ion [Fe(H2O)6]3+ memiliki 10 Dq sebesar 14000 cm-1
b.      Jumlah dan Geometri dari Ligan
            Semakin banyak jumlah ligan yang terikat pada ion pusat medan yang timbul makin kuat dan harga 10 Dq makin besar. Kekuatan medan oktahedral lebih dari 2 kali lipat kekuatan medan tetrahedral untuk ion pusat dan jenis ligan yang sama. Sebagai contoh ion [Ti(H2O)4]3+ memiliki 10 Dq sebesar 9000 cm –1 sedangkan ion [Ti(H2O)6]3+ memiliki 10 Dq sebesar 20300 cm –1. secara umum dianggap bahwa:
Dalam hal ini ada dua faktor yang mempengaruhi harga 10 Dq. Pada kedua kompleks tersebut yaitu:
a). Interaksi anatara ligan-ligan dengan orbital-orbital d dari ion pusat pada medan oktahedral lebih kuat dibandingkan pada medan tetrahedral.
b). Bertambahnya jumlah ligan akan memperbesar kekuatan interaksi dan pemisahan orbital-orbital d.
c.       Jenis Ligan
Ligan yang berbeda akan mengahsilkan kekuatan medan yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah harga 10Dq untuk [CrCl6]3-, [Cr(NH3)6]3+ dan [Cr(CN)6]3- secara berturut-turut adalah 163 kJ. Mol-1 , 259 kJ.mol-1 dan 314 kJ.mol-1. urutan kekuatan beberapa ligan ditunjukan dalam deret spektrokimia(spectrochemical series) sebagai berikut: I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- < OH- < ox2- < H2O < NCS- < CH3CN- < NH3 < py < en < dipy < phen < NO2- < fosfina < CN- < CO. Deret tersebut disebut juga deret Fajans-Tsuchida.
d.      Jenis Ion Pusat
Dalam satu golongan untuk ion-ion dengan muatan yang sama kekuatan medan yang timbul akibat interaksi antara ion pusat dengan ligan-ligan yang sama bertambah dengan bertambahnya periode. Hal ini disebabkan karena pada satu golongan dari atas ke bawah terjadi kenaikan muatan inti efaktif dengan bertambahnya periode. Kenaikan ini disebabkan karena efek saringan (shielding) orbital 5d < 4d < 3d. Kenaikan muatan inti efektif menyebabkan ligan-ligan tertarik lebih dekat ke ion pusat. Interaksi antara ligan-ligan dengan elektron-elektron pada orbital d ion pusat semakin kuat, pemisahan orbital d semakin besar demikian pula dengan harga 10Dq yang ada. Sebagai contoh harga 10Dq untuk ion-ion [Co(NH3)6]3+, [Rh(NH3)6]3+ dan [Ir(NH3)6]3+ secara berturut-turut adalah 296 kJ.mol-1 dan 490 kJ.mol-1

MAKALAH PERANG SALIB


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perang yang bermuatan  keagamaan (Perang Salib) yang terjadi hampir dua abad antara umat Kristen di Eropa dengan umat Islam di Asia menjadi sebuah sejarah panjang yang sulit untuk dilupakan dan  memberikan kontribusi berharga bagi kemajuan bangsa Eropa sekaligus sebuah peristiwa yang sangat memprihatinkan dan banyak memakan korban. Selain itu sejarah Perang Salib akan menjadi pelajaran yang berharga bagi umat manusia baik Barat maupun Timur.
Peperangan ini disebut dengan  Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Makdis dari tangan orang-orang Islam.
Sejarah manusia menunjukkan betapa agama kerapkali dijadikan alat untuk kepentingan tertentu. Ini juga halnya yang terjadi pada Perang Salib (Crusade). Karena perang ini merupakan reaksi dunia Eropa terhadap dunia Islam di Asia. Bagi orang Eropa sendiri perang ini dianggap sebagai kebangkitan agama, bahkan merupakan gerakan kerohanian yang tinggi yang mana dunia Kristen Barat menyadari dan menemukan identitas baru.
 Kebencian Kristen terhadap umat Islam dimulai sejak disebarkannya Islam ke daerah-daerah kekuasaan Bizantium, terutama pada abad ke-8 Masehi, yakni ketika umat Islam melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Kristen di Eropa. Mereka melihat bahwa kekuasaan Islam dapat mengancam bahkan menghancurkan Konstantinopel sebagai ibukota kerajaan Bizantium. Dendam dan kebencian yang disimpan umat Kristen mencetuskan Perang Salib yang tujuannya adalah merebut kembali wilayah-wilayah yang sudah dikuasai umat Islam.
Dalam pengkajian makalah ini penulis bertujuan untuk menjadikan fenomena sejarah masa lalu menjadi iktibar penting dengan menganalisis keberadaan Perang Salib itu sendiri, agar kiranya tidak terulang di masa yang akan datang.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat merumuskan masalah yaitu:
1.      Apa yang dimaksud dari Perang Salib?
2.      Apa yang melatar belakangi terjadinya Perang Salib?
3.      Bagaimanakah periodisasi Perang Salib?
4.      Bagaimana pengaruh dari Perang Salib tersebut?
C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuannya yaitu:
1.      Dapat mengetahui maksud dari Perang salib.
2.      Dapat mengetahui latar belakang terjadinya Perang Salib.
3.      Dapat mengetahui periodisasi Pernag Salib.
4.      Dapat, mengetahui pengaruh dari Perang Salib.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perang Salib
Perang salib (The Crusades) merupakan perang keagamaan selama dua abad yang terjadi sebagai reaksi kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sejak tahun 632 M hingga meletusnya Perang Salib, sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki umat Islam seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan Sicilia.[1] Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim untuk mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.[2]
Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen memepergunakan Salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci (Crusades) dan bertujuan untuk memebebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam.[3]
Bagi orang-orang Eropa, Perang Salib dikaitkan dengan kebangkitan kembali agama, dan bahkan diakitkan dengan suatu gerakan kerohanian besar dimana dunia Kristen Barat mengalami kesadaran identitas yang baru. Atas seruan Paus Urabanus II, seluruh raja-raja Kristen di Eropa bersatu dan mengerahkan rakyatnya terlibat dalam Perang salib. Namun, bagi umat Islam pada umumnya Perang Salib tidak lebih dari suatu insiden perbatasan, suatu kelanjutan dari pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Suriah dan Palestina selama setengah abad belakangan.[4]­­­ Orang-orang Islam yang terlibat Perang Salib hanyalah mereka yang dekat dengan daerah pertempuran di wilayah Turki, Palestina, dan Mesir.[5]
B.     Latar Belakang Terjadinya Perang Salib
Penyebab langsung terjadinya perang salib adalah permintaan kaisar Alexius Connenus pada taun 1095 kepada Paus Urbanus II kaisar dari Bizantiun meminta bnatuan dari Romawi Karena daerah-daerah yang yang tersebar ke pesisir laut Marmora dibinasakan oleh bani saljuk. Bahkan, kota Konstantinopel diancam pula. Adanya permintaan ini, paus melihat kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja yunani dengan Romawi yang telah terpecah tahun 1009-1054).[6] Selain itu terjadinya Perang Salib antara Timur-Islam dengan Barat-Kristen disebabkan oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi.[7]
1.      Faktor Agama.
Pihak Kristen merasa tidak bebas menunaikan ibadah ke Baitulmakdis, sejak Dinasti Seljuk merebutnya dan Dinasti Fathimiyah tahun 1070 M. Para penguasa Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.
2.      Faktor Politik.
Kekalahan Bizantum tahun 1071 M di Manzikart (Malazkird atau Malasyrid, Armenia) dan Asia Kecil jatuh ke bawah kekuasaan Seljuk, mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (Kaisar Konstaninopel) meminta bantuan kepada Paus Urbanus II untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah penduduk Dinasti Seljuk. Sementara itu, kondisi kekuasaan Islam sedang melemah sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut dalam Perang Salib. Dinasti fathimiyah dalam keadaan lumpuh dan kekuasaan Islam di Andalusia semakin goyah dengan dikuasainya Toledo dan Sicilia oleh kristen Spanyol.
3.      Faktor Sosial Ekonomi.
Pedagang-pedagang besar di pantai Timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa berambisi untuk menguasai kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah sehingga rela menanggung sebagian dana Perang Salib. Apabila pihak Kristen Eropa menang, mereka menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka.
Stratifikasi sosial masyarakat Eropa terdiri dari tigs kelompok yaitu kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria, dan rakyat jelata. Ketika rakyat jelata dimobilisasi oleh pihak gereja untuk ikut perang Salib dijanjikan kebebaan dan kesejahtraan yang bai bila menang perang, mereka menyambut secara spontan dan berduyun0duyun terlibat dalam perang itu.
Saat itu, di Eropa berlaku hukum waris bahwa hany anak tertua yang berhak menerima harta warisan, apabila anak tertua meninggal maka harta warisan harus diserahkan pada gereja. Oleh karena itu, populasi orang miskin menigkat sehingga anak-anak yang miskin beramai-ramai mengikuti seruan mobilisasi umum Perang Salib., dengan harapan mendapatkan perbaikan ekonomi.[8]
Perang salib bagi orang-orang Kristen juga merupakan jaminan untuk masuk surga sebab perang salib , menurut mereka, adalah mati sebagai pahlawan agam dan langsung masuk surga walaupun mempuinyai dosa-dosa pada masa lalunya.[9]
C.    Periodisasi Perang Salib
Perang Salib yang berlangsung hampir 200 tahun itu tidak berlangsung secara terus menerus, tetapi secara bertahap. Permusuhan pun tidak berlangsung terus menerus karena ada masa damai, kerena itulah perang salib dibagi beberapa periode.[10] Diantara para sejarawan terdapat perbedaan pendapat dalam menetapkan periodisasi Perang Salib. Ahmad Syalabi membagi periodisasi Perang Salib atas tujuh Periode sedangkan Philip K. Hitti memandang Perang Salib berlangsung terus-menerus dengan kelompok-kelompok yang bervariasi, kadang-kadang lama atau sebentar, kadang-kadang berskala besar dan tidak jarang pula berskala kecil. Selain itu, garis demarkasi antara gerakan yang satu dan lainnya tidak jelas. Walaupun begitu, Hitti menyederhanakan pembagian Perang Salib dalam tiga periode.
1.      Periode Pertama (Periode penaklukan: 1096-1144 M)
Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada kondisi Clermont tanggal 26 November 1095 M.[11] Orang-orang yang hadir disana meneriakan slogan Deus Vult (tuhan menghendaki) sambil mengacungkan tangan. Pada musim semi 1907, 150.000 manusia, sebagian besar orang franka, norman, dan sebagian rakyat biasa menyambut seruan untuk berkumpul di Konstantinopel. Pada saat itulah gendering perang salib disebut begitu karena salib dijadikan lencana pertama ditabuh.[12] Pidato itu bergema ke seluruh penjuru negara kristen mempersiapkan berbagai bantuan utuk mengadakan penyerbuan. Gerakan yang dipimpin oleh Pierre I’Ermite, spontanitas diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat (rakyat jelata) yang tidak mempunyai pengalaman berperang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan. Sepanjang jalan menuju Konstantinopel, mereka melakukan keonaran, perampokan, dan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizantium. Pasukan Salib akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Seljuk dengan mudah.
Angkatan berikutnya, pasukan Salib dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond sebagai ekspedisi militer yang terorganisir. Mereka menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) pada tanggal 7 Juni 1099 M dengan terlebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus, Antiokia, Aleppo, dan ar-Ruha’ (Edessa). Mereka juga berhasil merebut Tripoli, Syam (Suriah), dan Acre. Sebagai akibat kemenangan itu, berdiri beberapa kerajaan Latin-Kristen. Di Timur yaitu Kerajaan Latin I di Edessa (1098 M) diperintah oleh Raja Baldwin, kerajaan latin II di Antiokia (1098 M) diperintah raja Bohemond, Kerajaan Latin III di Baitulmakdis (1099 M) diperintah oleh Raja Godfrey, dan Kerajaan Latin IV di tripoli (1109 M) diperintah oleh Raja Raymond.[13]
2.      Periode  Kedua (Periode reaksi umat Islam: 1144-1192 M)
Kaum Muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Salib yang telah menguasai beberapa wilayah kekuasaan Islam. Imaduddin Zanki, gubernur Mosul, membendung serangan pasukan Salib dan berhasil merebut kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa (ar-Ruha’) pada tahun 1144 M. Beliau wafat tahun 1146 M dan putranya, Nuruddin Zanki meneruskan cita-citanya membebaskan negara Islam di Timur dari cengkraman kaum Salib, berhasil merebut kembali kota-kota; Damaskus (1147 M), Antiokia (1149 M), dan Mesir (1169 M). Nuruddin Zanki wafat tahun 1174 M, komando pasukan Islam selanjutnya di bawah pimpinan Salahuddin al-Ayyubi (Saladin) di Mesir, pada tanggal 2 Oktober 1187 M berhasil membebaskan Baitulmakdis (Jerusalem) yang telah dikuasai kerajaan latin selama 88 tahun.[14]
Keberhasilan Salahuddin al-Ayyubbi itu membangkitkan semangat kaum Salib dengan mengirimkan ekspedisi militer yang lebih kuat pada tahun 1189 M, dipimpin oleh raja-raja Eropa yang besar yaitu: Frederick I (Barbarossa, kaisar Jerman), Richard I (The Lion-Hearted, raja Inggris), dan Philip II (Augustus, raja Perancis). Meskipun mendapat tantangan berat dari Salahuddin al-Ayyubi, mereka berhasil merebut Akka dan dijadikan ibukota kerajaan Latin, namun tidak berhasil memasuki Palestina. Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Salahuddin al-Ayyubi dengan pasukan Philip dan Richard yang diakhiri dengan gencatan senjata dan membuat suatu perjanjian (disebut Shulh al-Ramlah) pada tanggal 2 November 1192 M. Inti perjanjian damai itu adalah daerah pedalaman menjadi milik kaum Muslimin dan umat Kristen yang akan ziarah ke Baitulmakdis terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre dan Jaffa berada di bawah kekuasaan tentara Salib. Tak lama setelah perjanjian disepakati, Salahuddin al-Ayyubi wafat pada bulan Safsr 589 H/Februari 1193 M.[15]
3.      Periode Ketiga (Periode perang saudara kecil-kecilan atau kehancuran di dalam pasukan Salib: 1193-1291 M)
Periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material daripada motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitulmakdis terlupakan, terbukti dari pasukan Salib yang dipersiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata membelokan haluan menuju Konstatinopel. Kota itu direbut, diduduki, dan dikuasai oleh Baldwin sebagai raja pertamanaya. Tentara Salaib yang dipimpin oleh raja Frederick II, berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sbelum ke Palestina dengan harapan mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthy dan tahun 1219 Mberhasil menduduki Dimyat. Raja al_malik al-Kamil dari Dinasti Ayyubiyah membuat perjanjian dengan Frederick II, yang isiny antaralain Frederick bersedia melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina. Frederick menjamin keamanan kaum Msuslimin di sana dan tidak mengirim bantuan kristen di Syria. Pada masa Mesir diperintah al-malik al-Shalih, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin tahun 1247 M.[16]
Pada periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita yang terkenal gagah berani yaitu Syajar ad-Durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan raja Louis IX dari Perancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Pahlawan wanita ini pun telah mampu menunjukan sikap kebesaran Islam dengan membebaskan dan mengizinkan raja Louis kembali ke negerinya. Setelah Mesir dikuasai dinasti Mamalik, pimpinan perang dipegang oleh Baybars yang berhasil merebut kembali seluruh benteng yang dikuasai tentara Salib. Pada 1286 M, kota Yaffa dapat ditaklukan, tahun 1289 M menaklukan kota Tripoli (Libanon) dan kota Akka dikuasai pada tahun 1291 M. Sejak ssat itu tentara Salib habis diseluruh benua Timur.[17]
D.    Pengaruh Perang Salib
Secara garis besar dampak perang salib adalah Saling tukar menukar ilmu pengetahuan antara Kristen dengan islam. meski benua Eropa bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara semenanjung Liberia dengan Sicilia.[18]
Pihak Islam pada akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang sangat melelahkan, berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang umat Islam sebenarnya mengalami kerugian yang luar biasa karena peperangan itu terjadi di kawasan dunia Islam (Turki, Palestina, dan Mesir). Sebaliknya bagi pihak Kristen, mereka menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju. Kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya Rennaisans di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama dalam bidang militer, seni, perindustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan kepribadian.[19]


1.      Dalam bidang militer
Dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang.
2.      Dalam bidang perindustrian
Mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatan tenundi dunia Timur. Utnuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain seperti mosselin, satin, dan damast dari Timur ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
3.      Dalam bidang pertanian
Mereka menemukan sitem pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat dari dunia Timur-Islam seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam. Disamping itu merka menemukan gula yang dianggap cukup penting.
4.      Dalam bidang perdaganagan
Sebagai akibat hubungan perniagaan dengan Timur menyebabakan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan sitem barter. Kontak perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat, dimana Mesir dan Syria sangat besar artinya sebagai lintas perdagangan. Kekayaan kerajaan dari rakyat kian melimpah hingga membuka jalan perdagangan sampai ke Tanjung Harapan dan lama kelamaan perdagangan dan kemajuan timur berpindah ke Barat (Eropa).
5.      Dalam bidang astronomi
Ilmu astronomi yang dikembangkan Isam sejak abad ke-9 telah mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat. Mereka juga meniru rumah sakit dan tempat pemandian. Berita perjalanan Marcopolo dalam mencari benua Amerika di abad ke-13 sebagai langkah awal bagi perjalanan Colombus ke Amerika tahun 1492 M. Sikap dan kepribadian umat Islam di Timur telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.[20]

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Perang Salib (The Crusades) merupakan perang keagamaan selama dua abad yang terjadi sebagai reaksi kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Terjadinya Perang Salib antara Timur-Islam dengan Barat-Kristen disebabkan oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi. Perang Salib yang berlangsung hampir 200 tahun itu tidak berlangsung secara terus menerus, tetapi secara bertahap karena itulah perang salib dibagi beberapa periode yaitu, Perang Salib I, Perang salib II dan Perang Salib III. Secara garis besar dampak perang salib adalah Saling tukar menukar ilmu pengetahuan antara Kristen dengan islam. meski benua Eropa bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara semenanjung Liberia dengan Sicilia.


[1] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri, h. 133 dikutip dari Ensiklopedi Islam Jilid 4, 1994, Jakarta: PT. Ichtar BaruVan Hoeve, h. 240.
[3] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 133 dikutip dari Ensiklopedi Islam Jilid 4, 1994, Jakarta: PT. Ichtar BaruVan Hoeve, h. 240.
[4] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 133.
[5] Ibid.
[6] Dedi Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, h. 171
[7] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 134 dikutip dari Ensiklopedi Islam Jilid 4, Op. Cit., h. 240-241
[8] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 134-135.
[9] Dedi Supriyadi, 2008, Op. Cit., h. 172
[11] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 135.
[12] Dedi Supriyadi, 2008, Op. Cit., h. 172
[13] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 135.
[14] Ibid., h. 136
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid., h. 137.
[19] Ratu Suntiah, Maslani, 2011, Op. Cit., h. 137.
[20] Ibid., h. 138.